SANDAL TEKLEK
Alas kaki yang disebut bakiak atau theklek dalam bahasa Jawa, merupakan alas kaki yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Teklek atau bakiak tradisional umumnya berpenampilan polos dengan tali sebagai sangkutan kaki berupa potongan ban sepeda atau kulit binatang. Jika sangkutan kakinya tidak berupa berupa tali, umumnya sangkutan kaki pada bakiak berupa cempol “tonjolan berbentuk paku di ujung bakiak” untuk sangkutan atau dijepit oleh jempol kaki dan jari kaki.
Kini ketika era plastik demikian marak, teklek atau bakiak dari kayu sepertinya mulai tergusur. Sandal, sepatu sandal, bahkan sepatu banyak yang mulai menggunakan bahan baku plastik atau karet. Sekalipun era plastik sudah demikian merasuki seluruh sendi kehidupan manusia termasuk dalam urusan sandal dan sepatu, tetapi Dusun Tanjung tetap bertahan dengan produksi tekleknya. Bahkan pada ujung gang utama menuju dusun itu dituliskan papan petunjuk berbunyi Pusat Kerajinan Theklek Desa Tanjung.
Kerajinan teklek di Dusun Tanjung, Kalurahan Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman ini sebenarnya telah mulai ada sejak 1999. Mula-mula dibuat oleh 4 orang yang tergabung dalam satu kelompok. Dalam perjalanannya kelompok ini pun berkembang menjadi 4 kelompok dengan 16 orang anggota. Sebagian narasumber mengatakan bahwa mereka tertarik memproduksi teklek karena mereka memang tertarik dengan teklek yang mulai langka. Selain itu di wilayah ini pada masa itu bahan baku berupa kayu cukup melimpah dan kurang termanfaatkan, kurang berdaya secara ekonomis. Oleh karena alasan itulah maka mereka mulai berkreasi membuat teklek.
Ternyata pasar pun masih bisa menyerap produk yang sering dikatakan sebagai ketinggalan zaman ini. Hal demikian terjadi karena teklek produksi mereka, mereka kembangkan dengan berbagai sentuhan kreatif. Teklek tidak lagi dibuat dengan penampilan secara tradisional. Teklek produksi mereka dibuat dengan variasi-variasi yang cukup kaya. Baik dari sisi desain maupun hiasannya.
Dari sisi desain misalnya, ada teklek yang dibuat dengan bentuk empat persegi panjang dengan keempat sudut yang agak meruncing sehingga terkesan seperti potongan sebilah papan kayu biasa. Ada pula teklek yang dibuat menyerupai sandal wanita pada umumnya. Selain itu ada pula teklek yang dibuat dengan dilapisi anyaman eceng gondok atau anyaman pandan. Ada teklek yang dihias dengan cara dibatik. Macam-macam desain dan hiasan ini membuat teklek produksi Dusun Tanjung terkesan menjadi sandal yang tidak ketinggalan zaman atau gaul.
Dalam sebulan, Dusun Tanjung mampu menghasilkan 1.500 pasang teklek siap jual. Harga sepasang teklek sangat bervariasi. Mulai dari Rp 20.000,- hingga Rp 55.000,-. Rentang harga semacam itu tentu berkait erat dengan kerumitan desain (model), hiasan, bahan baku, dan juga ukuran.
Menurut Kelik (34) dan Wahab (28) selaku produsen teklek di Dusun Tanjung, hal yang paling sulit dalam pembuatan teklek adalah pada saat proses pembuatan. Baik mulai dari pemilihan kayu, pemotongan, pengupaman (pengamplasan), maupun dalam proses finishing (pengecatan, pemberian tali, pembuatan motif, dan seterusnya). Sedangkan untuk urusan pemasan menurut mereka tidak pernah ada hambatan yang berarti. Peluang pasar masih terbuka. Selama ini kerajinan teklek di Dusun Tanjung lebih banyak melayani pasar dalam negeri, utamanya Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Jogja sendiri.
Proses produksi teklek di Dusun Tanjung ini dipilah-pilahkan sesuai tahapan-tahapan prosesingnya. Jadi, mulai proses pemotongan kayu, pemotongan gambar pola, hingga pengamplasan dan pembuatan lubang untuk sangkutan kaki berada pada tempat yang berbeda-beda. Dengan kondisi seperti itu pula masing-masing tempat memiliki peran dan keahliannya sendiri-sendiri.
(sumber : www.tembi.org)
0 komentar:
Posting Komentar